Tampilkan postingan dengan label marzano. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label marzano. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Agustus 2010

Openricer Review 2

Hihihi..asyik juga ya nulis review. Diinget-inget gw pernah foto-foto makanan yang laen juga nih...Setelah gw baca-baca review OR yang lain, ternyata gak mesti special occasion aja ya nulis review? Jadiii.. gw cerita lagi deh meski sebenernya sih udah agak lamaan juga ya dari anniversary gw itu. Berhubung fotonya gw simpen jadi yaa...gw bisa tulis deh. Waktu itu sebenernya gak laper-laper amat, makanya gak cari tempat makan dengan porsi segambreng. Gw juga gak cari makanan dengan menu yang “serius” so, makan sandwich enak kali ya.. Ternyata sandwich yang satu ini mantep banget. Meskipun kedengerannya kayak makanan ringan, ternyata bikin perut full alias kenyang mbangeti! Ini sih lebih-lebih daripada makan nasi sepiring...hahaha. Niat awalnya cuma nyari cemilan, gak taunya malah kenyang beneran. Gak apa-apa, deh. Mantep sih. tongue

Hahaha..untung gw gak sendirian. Satu sandwich bisa diserbu rame-rame. Tower sandwich yang isinya 6 lembar roti ini macem-macem bu isinya... ada grilled chicken, beef bacon, scramble egg, rib eye steak, tuna n sauted mushrooms. Pantesan aja harganya mahal, lengkap siiih...

Btw, judulnya kan "Wish and Sandwich"... Wish-nya apa ya? Mmmm... semoga towernya diskon deh...heheheh...tongue


Source: www.id.openrice.com


See also: tamani, marzano


Selasa, 24 Agustus 2010

Cheesesteak

The cheesesteak was developed in the early 20th century "by combining frizzled beef, onions, and cheese in a small loaf of bread," according to a 1987 exhibition catalog published by the Library Company of Philadelphia and the Historical Society of Pennsylvania.

Philadelphians Pat and Harry Olivieri are often credited with inventing the sandwich by serving chopped steak on hoagie rolls in the early 1930s. They began selling this variation of steak sandwiches at their hot dog stand near south Philadelphia's Italian Market. They became so popular that Pat opened up his own restaurant which still operates today as Pat's King of Steaks. The sandwich was originally prepared without cheese. Olivieri claims provolone cheese was first added by Joe "Cocky Joe" Lorenza, a manager at the Ridge Avenue location."

Pat's and Geno's Steaks have a highly publicized rivalry. They are located across the street from each other on 9th Street and Passyunk Avenue in South Philadelphia. Cheesesteaks have become popular in restaurants, cafeterias and food carts throughout the city with many locations being independently owned family run businesses.Variations of cheesesteaks are now common in several fast food chains. Versions of the sandwich can also be found in locations ranging from bars to high-end restaurants.

Source: www.wikipedia.com

See also: tamani, marzano

Senin, 23 Agustus 2010

Sebuah Buku Tentang Syukur

By: Ratih

M.J Ryan menulis buku dengan proses panjang. Lucunya, pada saat ia sedang memberi sentuhan akhir pada bukunya, ia buka kue keberuntungan yang pas dengan tulisannya. Di sebuah restoran yang menyediakan chinese food, ia baca isi kue. Tebak apa isinya? “Stop searching. Happiness is just next to you.” Kebahagiaan memang seringkali dicari orang diluar dirinya. Padahal setiap peristiwa yang kita alami tidak selayaknya hanya dilihat sebagai hal negatif. Bagi seorang pesimis, sesuatu yang berjalan lancar hanyalah merupakan kebetulan selanjutnya keburukan menanti. Pada dasarnya, sikap optimis akan kehidupan yang lebih baik, sikap syukur dan selalu lihat sukses yang telah diraih merupakan cara untuk berbahagia.

Pengalaman buruk dalam hidup yang dialami M. J Ryan membuatnya selalu mencari arti kebahagiaan. Keluarga dan teman-teman menjadi tempat pencariannya. Bagaimana mungkin orang lain merasa baik-baik saja, sementara M. J Ryan merasa selalu menderita? Maka ia bertanya-tanya dan mencari jawaban yang benar dengan menjadikan orang-orang sekelilingnya sebagai guru kehidupan. Meski pada akhirnya M. J Ryan mampu bersikap lebih positif, namun tak menjadikannya seorang ahli dalam menjalani kehidupan. Hanya saja, sikap positif dan bersyukur itulah yang sepatutnya kita tiru. Sebuah buku menarik yang dia tulis justru menguatkannya. Ia sadar bahwa orang-orang yang dijadikannya guru justru mereka yang mengalami tantangan berat selagi usia muda. Rasa sakit yang dialaminya mungkin saja tak sebanding dengan sakit yang dialami keluarga dan teman-temannya.

Buku M. J Ryan dijadikan referensi bagi mereka yang ingin menyembuhkan diri dari luka. Maka, buku ini bukanlah buku yang habis sekali baca. Namun buku yang perlu direnungi setelah dibaca satu kali. Bahkan relasinya, Sue Bender merekomendasikan buku ini dibaca setiap hari agar tetap semangat hadapi hari. Jika ingin merasakan efek luar biasa dari sikap syukur, buku ini memang pilihan tepat.

Daftar Pustaka:
Ryan, M. J. 1999. Attitudes of Gratitude: How to Give and Receive Joy Every Day of Your Life. Boston: Conari Press.

See also: pasta, tamani, marzano

Rabu, 11 Agustus 2010

Candy Expo

Candy. Dengar kata ini malah ingat film kartun Candy-candy dengan tokoh ceria meskipun nasibnya tak jauh dari cerita sedih. Samakah candy sebagai tokoh cerita dan candy yang bisa diemut? Tentu saja jauh berbeda, meskipun rasanya sama-sama manis untuk disimak. Jenis permen beragam, mulai dari ragam rasa, bentuk dan bahan pembuatnya. Siapa yang tidak tahu apa itu permen? Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa semua mengenal permen. Bisa dikatakan, semua orang tumbuh bersama permen. Kerapkali permen menjadi reward untuk sebuah prestasi gemilang anak-anak. Serta penghilang stres atau rasa mual bagi orang dewasa. Sadar akan pentingnya benda kecil manis ini dalam kehidupan, diadakanlah Candy Expo. (Ratih)


Candy Expo pada tanggal 7- 17 Agustus 2010 di depan Mitra 10 Gading Serpong searah ke Universitas Multimedia Nusantara, di sebelah pasar Modern Paramount Serpong dari pukul 09.00- 21.00 WIB ini akan menghadirkan beragam tampilan permen menarik serta games-games seru untuk diikuti.


Pameran pertama di Indonesia produk candy, chocolate, ice cream, cake, bakery,snack, donuts.

Pameran akan diikuti lebih dari 200 stand dan tiket hanya disediakan untuk 100.000 pengunjung. Harga tiket Rp 25.000,- bisa didapatkan di seluruh Toko Buku Gramedia sejabodetabek dan di pasar modern paramount. Harga tiket khusus mahasiswa dan pelajar hanya Rp 10.000,- dan hanya bisa dibeli di lokasi pameran.

Perusahaan yang terdaftar : School of Chocolate (TULIP), Silverqueen, Yupi Jelly, Mayora, Walls, Campina, Du Fountain Choco, Chocololy.

Di pameran akan dihadirkan air terjun coklat setinggi 6 meter, taman yang terbuat dari jelly dan lolipop, serta miniatur coklat batang, yang akan dimasukkan ke rekor MURI. Banyak games yang akan diselenggarakan seperti mandi permen, all u can eat coklat, sumpit permen, mengemut lolipop tercepat, dan lainnya.

So, don't miss it! (Sumber: www.goorme.com)

See also: tamani, marzano

Fresh Cocktail

A cocktail is a mixed drink containing two or more ingredients. Originally a mixture of distilled spirits, sugar, water, and bitters, the word has gradually come to mean almost any mixed drink containing alcohol.

A cocktail today usually contains one or more types of liquor and one or more mixers, such as bitters, fruit juice, fruit, soda, ice, sugar, honey, milk, cream, or herbs.[

History

The earliest known printed use of the word cocktail was in The Farmer's Cabinet on April 28, 1803:

Drank a glass of cocktail—excellent for the head...Call'd at the Doct's. found Burnham—he looked very wise—drank another glass of cocktail.

The earliest definition of cocktail was in the May 13, 1806, edition of the Balance and Columbian Repository, a publication in Hudson, New York, in which an answer was provided to the question, "What is a cocktail?". It replied:

Cocktail is a stimulating liquor composed of spirits of any kind, sugar, water, and bitters—it is vulgarly called a bittered sling and is supposed to be an excellent electioneering potion, inasmuch as it renders the heart stout and bold, at the same time that it fuddles the head. It is said, also to be of great use to a Democratic candidate: because a person, having swallowed a glass of it, is ready to swallow anything else.

Compare the ingredients listed (spirits, sugar, water, and bitters) with the ingredients of an Old Fashioned.

The first publication of a bartenders' guide which included cocktail recipes was in 1862 — How to Mix Drinks; or, The Bon Vivant's Companion, by "Professor" Jerry Thomas. In addition to listings of recipes for Punches, Sours, Slings, Cobblers, Shrubs, Toddies, Flips, and a variety of other types of mixed drinks were 10 recipes for drinks referred to as "Cocktails". A key ingredient which differentiated "cocktails" from other drinks in this compendium was the use of bitters as an ingredient, although it is not used in many modern cocktail recipes.

The first "cocktail party" ever thrown was allegedly by Mrs. Julius S. Walsh Jr. of St. Louis, Missouri, in May 1917. Mrs. Walsh invited 50 guests to her home at noon on a Sunday. The party lasted an hour, until lunch was served at 1 pm. The site of this first cocktail party still stands. In 1924, the Roman Catholic Archdiocese of St. Louis bought the Walsh mansion at 4510 Lindell Boulevard, and it has served as the local archbishop's residence ever since.

During Prohibition in the United States (1920–1933), when the sale of alcoholic beverages was illegal, cocktails were still consumed illegally in establishments known as speakeasies. The quality of the alcohol available was far lower than was previously used, and bartenders generally put forth less effort in preparing the cocktails. There was a shift from whiskey to gin, which does not require aging and is thus easier to produce illicitly.

Cocktails became less popular in the late 1960s and 1970s, as other recreational drugs became common. In the 1980s cocktails again became popular, with vodka often substituted for gin in drinks such as the martini. Traditional cocktails and gin are starting to make a comeback in the 2000s.

Source: www.wikipedia.com

See also: cake, pasta, marzano

Kamis, 29 Juli 2010

Pasta Delicioso, Right?

Pasta alla carbonara (usually spaghetti, but also fettuccine, rigatoni or bucatini) is an Italian pasta dish based on eggs, pecorino romano, guanciale, and black pepper. The dish was created in the middle of the 20th century.

The recipes vary, though all agree that cheese (pecorino, Parmesan, or a combination), egg yolks (or whole eggs), cured fatty pork, and black pepper are basic. The pork is fried in fat (olive oil or lard); a mixture of eggs, cheese, and butter or olive oil is combined with the hot pasta, cooking the eggs; the pork is then added to the pasta. Guanciale is the most traditional meat, but pancetta is also used. In the US, it is often made with American bacon.

Cream is not common in Italian recipes, but is used in the United States, France, Spain, the United Kingdom, Australia and Russia (especially in Moscow). Other Anglo/Franco variations on carbonara may include peas, broccoli or other vegetables added for colour. Yet another American version includes mushrooms. Many of these preparations have more sauce than the Italian versions.

In all versions of the recipe, the eggs are added to the sauce raw, and cook (coagulate) with the heat of the pasta itself.

Origin and history

Like most recipes, the origins of the dish are obscure, and there are many legends about it. As the name is derived from the Italian word for charcoal, some believe that the dish was first made as a hearty meal for Italian charcoal workers. This theory gave rise to the term "coal miner's spaghetti", which is used to refer to spaghetti alla carbonara in parts of the United States. Others say that it was originally made over charcoal grills, or that it was made with squid ink, giving it the color of carbon. Another rumour about the origin of the name suggests that the way abundant black pepper was added to the dish (before or after serving) especially during winter, made the black pepper flakes among the whiteish sauce look like charcoal, or perhaps the effect one gets when a casserole dish is accidentally "burnt". It has even been suggested that it was created by, or as a tribute to, the Carbonari ("charcoalmen"), a secret society prominent in the unification of Italy.

The dish is not present in Ada Boni's 1927 classic La Cucina Romana, and is unrecorded before the Second World War. It was first recorded after the war as a Roman dish, when many Italians were eating eggs and bacon supplied by troops from the United States, and the name may be from a Rome restaurant called 'Carbonara'. More recently, a restaurant in Rimini has claimed the original recipe was born during WWII.

The recipe was included in Elizabeth David's 1954 cookbook published in Great Britain. The dish became popular among American troops stationed in Italy; upon their return home, they popularized spaghetti alla carbonara in North America.


Source: www.wikipedia.com

See also: steak, marzano









Senin, 26 Juli 2010

Coffee Time!

Kopi membangkitkan semangat di pagi hari dan menghangatkan perbincangan di malam hari. Pada beberapa budaya, kopi bahkan menjadi salah satu properti ritual keagamaan. Kini, kopi adalah komoditi yang paling sering diperdagangkan nomer dua setelah minyak. Sekitar $80 milyar dikeluarkan untuk komoditi ini setiap tahunnya, dan lebih dari 20 juta orang bertumpu hidupnya pada kopi. Dapat diperkirakan, kopi bermula di sebuah pegunungan hutan tropis (sekarang Ethiopia) pada abad 10 sesudah masehi. Berdasarkan legenda, kopi ditemukan oleh penggembala kambing bernama Kaldi. Suatu hari, kambingnya tidak mendengarkan panggilannya. Kambing Kaldi menyusup diantara semak dan menari-nari. Keheranan, Kaldi mencoba kunyah dedaunan yang dimakan kambingnya. Tak lama kemudian dia pun menari-nari. Legenda yang cukup unik, bukan?

Awalnya, pencinta kopi tidak meminum kopi seperti yang kita kenal sekarang namun mereka harus mengunyah daunnya terlebih dahulu dicampur buah beri. Lalu diseduh dengan air panas. Campuran daun kopi dan buah beri dibiarkan mengendap. Lalu campuran ini di-mix dengan lemak binatang sebagai makanan kecil atau dibuat semacam anggur bila buah berinya telah terfermentasi. Kemudian, cara bakar dan tumbuk biji kopi hingga bubuk seperti kita kenal sekarang dimulai pada abad 13 dan 16. Seiring dengan waktu, para pedagang dan penjual beli budak belian membawa kopi melalui Ethiopia ke arah timur Laut Merah (sekarang Yaman) pada abad 15. Daerah tersebut kemudian menjadi tempat dibudidayakannya kopi. Kota pelabuhan al-Makkha atau Mocha menjadi sebutan salah satu biji yang kita kenal sekarang. Qahwah, bahasa Arab untuk anggur dipercaya berhubungan dengan kata kopi. Sebab, awalnya kopi dibawa serta para sufi yang mengembara dalam perjalanan spiritual mereka. Tak lama kemudian, kopi menjadi minuman sekuler yang tersedia di rumah maupun tempat umum, menjadi tren masa kini. (Alih Bahasa Oleh: Ratih)

Sumber:
Barbas. Kerren. 2006. The Little Black Book of Coffee. New York: Peter Pauper Press, Inc.


See also: Tamani, Marzano

Senin, 19 Juli 2010

Ayo Konsumsi Kentang Sehat

Kentang dikenal sebagai bahan makanan pokok masyarakat Eropa. Dibalik ketenaran kentang ternyata dapat digunakan sebagai terapi gangguan saluran cerna yang sering diderita banyak manusia di dunia. Beberapa penelitian pendahuluan telah menunjukkan hal tersebut.

Sistem pengobatan naturopati memperkenalkan jus kentang sebagai terapi untuk mengatasi gangguan pencernaan, termasuk asam lambung. Kentang mengandung banyak vitamin dan nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Studi yang dilakukan terhadap 10 orang penderita gangguaan pencernaan kronis membuktikan hal itu. Delapan orang menyatakan kondisinya membaik setelah mengonsumsi segelas jus kentang sehari selama satu pekan.

Penelitian serupa dilakukan empat universitas di Jerman dan Australia. Mayoritas penderita gangguan pencernaan sembuh setelah melakukan terapi jus kentang selama 12 pekan. Mereka mengonsumsi 100 mililiter jus kentang setengah jam menjelang sarapan dan sebelum tidur malam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayur dengan nama latin potato solanum tuberosum itu mengandung zat alkaloid yang berfungsi sebagai penetral asam. Dalam penelitian lanjutan, kentang juga bermanfaat untuk mencegah penyakit ginjal, jantung dan penyebaran sel kanker.

Konsumsilah jus kentang dalam takaran yang wajar agar memperoleh manfaatnya. Hindari mengolah daging kentang yang masih muda atau berwarna kehijauan, karena mengandung racun solanin yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan diare. Hindari juga memasukkan tunas-tunas kentang yang menempel ke dalam olahan jus.

Sumber: http://bit.ly/bPWPid

Lihat juga: Tamani, Marzano

Rabu, 14 Juli 2010

History of Mexican Foods

When conquistadores arrived in the Aztec capital Tenochtitlan (now Mexico City), they found that the people's diet consisted largely of corn-based dishes with chiles and herbs, usually complemented with beans and tomatoes or nopales. The diet of the indigenous peoples of Pre-Columbian Mexico also included chocolate, vanilla, tomatillos, avocado, guava, papaya, sapote, mamey, pineapple, soursop, jicama, squash, sweet potato, peanuts, achiote, huitlacoche, turkey and fish. In the 1520s, while Spanish conquistadors were invading Mexico, they introduced a variety of animals, including cattle, chickens, goats, sheep, and pigs. Rice, wheat, and barley were also introduced as were olive oil, wine, almonds, parsley, and many spices. The imported Spanish cuisine was eventually incorporated into the indigenous cuisine.

Source: www.wikipedia.com

See also: Pizza Hut, Tamani, Marzano


Minggu, 11 Juli 2010

Makanan Favoritmu, Lingkunganmu

By: Ratih

Ciri dari identitas seseorang menurut para ahli, salah satunya dilihat dari makanan favorit. Sebab makanan yang kita suka berasal dari lingkungan tempat kita hidup dan bergaul. Benarkah? Kita telisik dari apa yang terjadi di masa lalu baru kemudian kita lihat diri kita sekarang. Sejarah dari rasa berkaitan dengan bagaimana para petani di masa lalu. Cara bagaimana mereka mengatasi tidak pastinya panen, persediaan makanan dan tak menentunya harga-harga. Dari satu tempat ke tempat lain, makanan bervariasi dalam bahan pembuatnya dan cara penyajiannya. Makanan mnerfleksikan lingkungan tempat sebuah masyarakat hidup, meski tak selalu ditentukan olehnya. Masyarakat yang hidup dekat laut cenderung mengkonsumsi ikan daripada mereka yang hidup dekat pegunungan. Pengecualian untuk Pulau Sicily yang masyarakatnya tidak suka mengkonsumsi ikan, dan Inggris di masa lalu begitu menghindari ikan kecuali hanya beberapa spesies saja dengan metode penyajian tertentu. Kondisi lingkungan merupakan satu tantangan tersendiri untuk menciptakan satu jenis makanan baru misalnya di daerah bersalju (Freedman. 2007).


Pandangan masyarakat mengenai makanan dan lingkungan tempat mereka hidup sehari-hari menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan lewati waktu serta benua. Kentang dan kacang dari dunia ketiga diperkenalkan ke Eropa dan Cina melewati berbagai rintangan; kuliner khas Islam ternyata menjadi model bagi makanan Eropa di abad pertengahan. Hubungan antar negara diawali dengan pertukaran jenis makanan, baik bahan makanan ataupun cara penyajiannya. Selain itu, di Portugal makanan terkait dengan filosofi hidup: “Men are not measurable by their size.” So, makanan pun tak dilihat dari besarnya porsi tapi dinikmati dari kuatnya rasa dengan aroma khas demi menyimpan kenangan. Makanan favorit disana: sup sayuran dengan daging. Tak heran, mereka begitu semangat mencari bumbu-bumbu khas keluar dari negerinya. Demi “menyimpan kenangan.” (Wilkins. 1996).


Bagaimana denganmu? Apakah rela berjuang keluar dari zona nyamanmu sehari-hari demi semangkuk sup? Kalau makanan yang kamu cari itu memang enak, worthed untuk diburu. Chinese food kamu bisa hunting di Loewy dan Table 8, sedangkan makanan Eropa di Pizza Hut, Tamani dan Marzano. Keluar dari lingkungan sendiri berarti mengenal “dunia lain,” meski tak usah pergi terlalu jauh dari Jakarta. Lingkungan restoran tentu menawarkan suasana yang berbeda dengan rumah. Suasana yang tak biasa kadang membuat kita ingin datang lagi untuk melepas jenuh dengan rutinitas.


Daftar Pustaka:


Freedman, Paul (Editor). 2007. Food: the History of Taste. California: University of California Press

Wilkins, John. 1996. Food In European Literature. Exeter: Intellect Books.

Jumat, 09 Juli 2010

Tema Makanan dalam Sastra

By: Ratih

Siapa kira ternyata makanan pun bisa menjadi topik dalam sebuah puisi. Di Eropa, tema makanan merupakan bagian dari sejarah sastra yang tidak bisa dipungkiri turut membangun ciri peradaban masyarakatnya. Seperti juga di Indonesia, puisi merupakan gambaran dari keprihatinan penyair yang secara ajaib menerima “wahyu.” Tak semua orang mampu menjadi penyair. Sebab penyair bukanlah seseorang yang dibentuk secara matematis. Penyair memiliki kepekaan yang luar biasa tanpa perhitungan akal. Kadang bukan hanya gambaran masyarakat masa kini yang mampu dirangkum oleh seorang penyair, melainkan ramalan masa depan pun mampu dikemas dengan apik ciamik meski huruf alfabet hanya ada 26.


Di Indonesia kita punya Chairil Anwar yang mendobrak norma dengan puisi “Aku.” Kehidupannya yang tak terikat soal hubungan asmara dan kerja menjadi awal kehidupan orang masa kini yang tak percaya pernikahan yang tak mau kerja sebagai buruh. Kebebasan Chairil merupakan merdeka dengan prinsip relijius, diam-diam ia mencari makna hidup. Memang bukan agama yang ia pegang teguh, melainkan prinsipnya sendiri yang tak seolah tak mau ambil pusing. Jalan hidupnya memang menarik, sebagai anak tunggal ia dimanja sekaligus dikecewakan karena keluarganya terpecah belah. Puisi pertamanya ditulis karena neneknya meninggal, sejak itu dia tersentak dengan kenyataan bahwa hidup pasti akan berakhir dengan kematian. Puisi dari Chairil Anwar berikut berhubungan dengan “dapur”:


PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty,
Jilid 7, No 297,
1954


Lalu, era berganti dan Sitok Srengenge sang penyair mengejutkan dunia sastra Indonesia dengan puisinya yang suram, lugas, sederhana dan bermakna dalam. Ia memperoleh beberapa penghargaan di luar negeri karena puisi-puisinya yang tak biasa. Salah satu buku kumpulan puisi favoritku adalah “Haram Jadah.” Puisi-puisi Sitok Srengenge dibukukan dengan ilustrasi gambar Agus Suwage. Nampaknya tak mudah memahami sekali baca puisi-puisi sekelas Sitok Srengenge. Diksi yang hadir tak biasa didengar di telinga awam, namun pada saat bersamaan memberi pengertian yang pas untuk keseluruhan puisi. Novelnya yang terbaru berjudul “Menggarami Burung Terbang” diawali dengan: Tidur, Cintaku, tidurlah tenang. Nuansa ini hampir sama dengan nuansa kematian yang gelap, meski sesaat.


Di Eropa, para penyair masa kini menulis puisi dari bahasa Latin disesuaikan dengan kehidupan modern. Misalnya saja “The Physics of Taste” diambil dari Book IV oleh Lucretius “On the Nature of the Universe”. Ditulis pada tahun 50 SM, puisi Lucretius merupakan sebuah puisi filsafat dari Epicurus. Pada masa kini, tulisan filsafat terdapat dalam prosa. “Nice Food” diambil dari “On Things that are Good to Eat” oleh Ennius (terlahir pada 239 SM). Seperti juga Lucretius, Ennius mempersembahkan versi Roma dari tradisi Yunani (Wilkins. 1996).


Akhirnya, perlu disadari bahwa makanan bukan sekedar sebuah kewajiban demi hidup. Makanan mewakili esensi dari sebuah sistem yang kompleks. Kerumitan ini dimaknai secara mendalam oleh para penyair sehingga tiba pada kita arti fenomena-fenomena hidup menuju kematian. Tak mudah menjadikan dapur sebagai pusat ide, bila tak cukup aware menghubungkannya dengan berita sosial di luar sana. Berita yang perlu disaring kebenarannya. Perlu dikritisi dan disusun alur sejarahnya. Soal perut, bukan dosa lagi bila dengan perut otak dan hatimu berjalan seiring. Tertarik menulis puisi dengan tema makanan atau mau langsung saja santap makanan khas Eropa? Di Pizza Hut, Tamani atau Marzano? It's up to you.


Daftar Pustaka:

Wilkins, John. 1996. Food In European Literature. Exeter: Intellect Books.